Tentang Wayang Golek
Wayang
golek atau disebut “golek” saja, merupakan salah satu jenis tradisi yang
hingga sekarang masih tetap bertahan hidup di daerah Sunda. Berbeda
dari wayang kulit yang dwimatra, golek adalah salah satu jenis wayang
trimatra.
Golek
memiliki sifat pejal. Ia merupakan boneka tiruan rupa manusia
(ikonografi), yang dibuat dari bahan kayu bulat torak untuk
mempertunjukkan sebuah lakon.
Ada 2
macam wayang golek di daerah Sunda, yaitu wayang golek papak (cepak atau
wayang golek menak dan wayang golek purwa. Wayang golek yang banyak
dikenal orang adalah wayang golek purwa. Sama seperti wayang kulit,
pementasan wayang golek purwa menampilkan cerita Ramayana dan
Mahabharata.
Apa itu Wayang?
Wayang
merupakan salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling
menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang sendiri
meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sasra,
seni lukis, seni pahat dan juga seni perlambang.
Menurut
penelitian ahli sejarah, sebetulnya budaya wayang merupakan budaya asli
Indonesia yang sudah ada jauh sebelum agama Hindu masuk ke pulau Jawa.
Memang, cerita wayang yang populer saat ini merupakan adaptasi cerita
dari karya sasra India, yaitu Ramayana dan Mahabrata. Tetapi sudah
mengalami adaptasi untuk menyesuaikan dengan falsafah asli Indonesia.
Pengertian
wayang sangat tergantung dari sudut pandang orang yang melihatnya. Kata
wayang dapat diartikan secara luas, tetapi seringkali dibatasi dengan
makna boneka, gambar, tiruan dari manusia, tokoh/pemain dalam suatu
pertunjukan/sandiwara. Arti ini mirip dengan yang ada dalam Kamus Umum
Bahasa Sunda, yaitu wayang adalah boneka atau penjelmaan dari manusia
yang terbuat dari kulit atau pun kayu. Namun ada juga yang mengartikan
bahwa perkataan wayang berasal dari bahasa Jawa, yang artinya perwajahan
yang mengandung penerangan.
Mengenai
asal-usul wayang khusus di Indonesia juga ada beberapa pendapat. Ada
yang mengatakan bahwa wayang berasal dari kebudayaan India yang sangat
dipengaruhi oleh budaya Hindu. Pendapat lain mengatakan bahwa wayang
merupakan hasil kebudayaan asli masyarakat Jawa tanpa ada pengaruh
budaya lain. Disebutkan pula oleh beberapa sumber bahwa wayang berasal
dari relief candi karena candi memuat cerita wayang, seperti candi
Prambanan.
Bukti
keberadaan wayang dalam perjalanan sejarah di Indonesia tercatat dalam
berbagai prasasti, seperti prasasti Tembaga (840 M), prasasti Ugrasena
(896 M), dan prasasti Belitung (907 M).
Kesenian
wayang dalam bentuknya yang asli timbul sebelum kebudayaan Hindu masuk
di Indonesia dan mulai berkembang pada jaman Hindu Jawa.
Pertunjukan
Kesenian wayang sendiri adalah sisa-sisa upacara keagamaan orang Jawa
yaitu sisa-sisa dari kepercayaan animisme dan dinamisme. Meski ada
perbedaan pendapat mengenai asal-usul wayang, tidak dapat dipungkiri
bahwa keberadaan wayang di Indonesia sudah melalui perjalanan waktu yang
sangat panjang dan hingga kini masih hidup di dalam masyarakat.
Jenis Wayang
Jenis
wayang dapat dibedakan dari berbagai sudut pandang. Berdasarkan cerita
yang dibawakan, cara mementaskan, dan bahan pembuatannya, di Indonesia,
terutama di Pulau Jawa, terdapat sekitar 40 jenis wayang yang sebagian
di antaranya sudah punah.
Jenis Wayang Berdasarkan Cerita
Cerita
yang digunakan dalam pementasan wayang sangat beragam. Lakon wayang yang
biasa dan sudah lebih dikenal masyarakat adalah Mahabharata dan
Ramayana. Jenis wayang yang menggunakan kisah tersebut antara lain : Wayang kulit, Wayang Golek,Wayang Orang, dan Wayang Jemblung.
Wayang-wayang tersebut biasa juga disebut wayang purwa.
Wayang
madya (Jawa) adalah wayang yang menggunakan unsur “cerita sesudah zaman
purwa”. Cerita itu mengisahkan para raja Jawa yang dianggap keturunan
Pandawa.
Sementara
itu wayang gedog, wayang klitik, dan wayang beber (ketiganya dari
Jawa), juga wayang gambuh dan wayang cupak dari Bali, melakonkan cerita
panji.
Jenis Wayang Berdasarkan Cara Pementasan
Cara
pementasan wayang secara langsung berkait dengan bentuk wayang. Wayang
kulit, misalnya. Pola pertunjukan wayang kulit yaitu bentuk wayang yang
dinikmati bayangannya dalam kelir (layar) dihasilkan oleh sinar
blencong, cempor, atau bahkan lampu pijar.
Bentuk
pementasan lain adalah dengan membeberkan gambar wayang yang dibuat di
atas kulit kayu, kertas, maupun bahan papar lainnya. Wayang yang
dipentaskan dalam bentuk pementasan seperti itu disebut wayang beber.
Berbeda dengan pementasan wayang yang mulanya diadakan pada malam hari,
wayang golek dipentaskan pada siang hari. Hal ini karena wayang golek
memiliki bentuk seperti boneka, sehingga sifat pementasannya tidak
menitikberatkan tampilan bayangan pada kelir sebagaimana sifat
pementasan wayang pada malam hari.
Wayang klitik atau wayang krucil merupakan wayang boneka kayu, tetapi
berbeda dengan wayang golek. Bentuknya pipih dan lebih menyerupai bentuk
wayang kulit. Untuk mementaskannya tidak diperlukan kelir seperti pada
wayang kulit, tetapi seperti memainkan golek.
Wayang
dangkluk juga terbuat dari kayu, tetapi cara pementasannya sangat
khusus. Wayang ini digantungkan pada empat utas kawat yang direntangkan
melintasi panggung. Yang mempertunjukkannya adalah dua orang dalang yang
masing-masing berada di sisi panggung.
Selain
wayang-wayang yang terbuat dari kulit maupun kayu, ada pula wayang yang
pemainnya orang, yaitu wayang orang, wayang topeng, wayang langendria,
dan wayang jemblung. Pementasannya sama dengan sandiwara lainnya, hanya
saja memakai kelengkapan pewayangan mulai dari pakaian, musik, tari, dan
cerita.
Jenis Wayang Berdasarkan Bahan Pembuatannya
Bahan
pembuatan wayang secara garis besar terdiri atas bahan dwimatra dan
trimatra. Jenis wayang dwimatra biasa menggunakan bahan-bahan papar
seperti kertas, kain, karton, dan kulit. Sementara itu jenis wayang
trimatra terbuat dari bahan pejal berupa kayu bulat-torak.
Jenis
wayang terbuat dari kulit antara lain wayang kulit purwa, wayang madya,
wayang gedog, wayang dupara, wayang jawa, wayang dobel, wayang kulit
menak, wayang wahyu, wayang Ramayana, wayang parwa, wayang gambuh,
wayang cupak, dan wayang calonarang.
Wayang
beber merupakan jenis wayang yang dibuat di atas beberan kertas, kain,
atau bahan sejenis lainnya. Keberadaannya pun berbeda dengan jenis
wayang lainnya. Ia tidak mengalami perkembangan yang sinambung hingga
kini.
Wayang
yang terbuat dari bahan kayu terdiri atas dua macam. Pertama, wayang
golek. Wayang ini lebih mirip dengan boneka kayu yang terbuat dari kayu
bulat-torak. Kedua, wayang yang lebih mirip wayang kulit, dibuat dari
kayu pipih. Jenis wayang ini disebut wayang klitik.
Wayang Golek Sunda
Sejarah Singkat
Di Jawa
Barat, tempat berkembangnya wayang pertama kali adalah Cirebon, yaitu
pada masa Sunan Gunung Jati (abad ke-15). Jenis wayang yang pertama kali
dikenal adalah jenis wayang kulit. Sementara wayang golek mulai dikenal
di Cirebon pada awal abad ke-16 dan dikenal dengan nama wayang golek
papak atau cepak. Dalam perkembangannya, kita lebih mengenal wayang
golek purwa, yaitu yang berlatar belakang cerita Ramayana dan
Mahabharata.
Kelahiran
golek berasal dari ide Dalem Bupati Bandung (Karang Anyar) yang
menugaskan Ki Darman, juru wayang kulit asal Tegal yang tinggal di
Cibiru, untuk membuat bentuk golek purwa. Awalnya wayang kayu ini masih
dipengaruhi bentuk wayang kulit, yaitu gepeng atau dwimatra. Pada
perkembangan selanjutnya, tercipta bentuk golek yang semakin membulat
atau trimatra seperti yang biasa kita lihat sekarang. Kemudian,
pembuatan golek pun menyebar ke seluruh wilayah Jawa Barat seperti
Garut, Ciamis, Ciparay, Bogor, Kerawang, Indramayu, Cirebon, Majalaya,
dan sebagainya.
Golongan Utama
Bagaimana
wayang golek itu divisualisasikan dalam bentuk atau raut, secara garis
besar dikelompokkan dalam empat golongan utama yaitu:
1.Satria
Bentuk
tubuh golek golongan satria ini menggambarkan keluwesan, ketenangan dan
kelemahlembutan, dengan tetap tidak menghilangkan unsur kegagahan dan
kecerdasannya. Golongan ini memiliki bentuk mata sipit, alis tipis, dan
hidung cenderung kecil dan tidak memiliki kumis. Tokohnya seperti Rama,
Samiaji, Nakula, Sadewa.
“Sri Rama beristerikan Dewi Shinta, setelah memenangkan sayembara menarik Busur Pusaka Kerajaan Mantili (Mithiladiraja).”
Dewi Shinta
2.Ponggawa
Golongan
golek ini digambarkan sebagai tentara yang ditampilkan dengan bentuk
tubuh yang tegap, tegas, dengan mata besar, alis tebal, berkumis, hidung
mancung. Tokoh-tokohnya antara lain Gatotkaca, Bima, Duryudana.
“Gatotkaca, salah seorang tokoh dari epos Mahabharata. Dikenal dengan julukan otot kawat, tulang baja, daging besi.
Dia memiliki jiwa seni yang tinggi, pembuat arca, patung-patung dari batu.”
2.Buta
Buta
atau disebut juga raksasa memiliki bentuk tubuh tinggi besar, mata
melotot, alis tebal, hidung besar dan bertaring atas bawah. Tokoh
golongan ini yang terkenal adalah Rahwana.
“Prabu Rahwana, atau Prabu Dasamuka, adalah raja dari Kerajaan Alengkadirja. Ia menculik istri Batara Rama, yaitu Dewi Sinta”
2.Panakawan
Golongan
golek ini digambarkan sebagai tokoh yang kocak dan jenaka. Banyak golek
ciptaan baru yang digolongkan dalam golek panakawan.
“Cepot
alias Sastrajingga Wataknya humoris, suka banyol ngabodor. Kendati
begitu, lewat humornya dia tetap memberi nasehat petuah dan kritik.”
Fungsi
Dalam
catatan sejarah kemunculan wayang golek semasa Kerajaan Pajajaran,
wayang golek berfungsi untuk upacara ritual yaitu untuk ruwatan dan
untuk hiburan.
Wayang
golek saat ini lebih dominan sebagai seni pertunjukan rakyat, yang
memiliki fungsi yang relevan dengan kebutuhan masyarakat lingkungannya,
baik kebutuhan spiritual maupun material.
Wayang
golek juga lazim dipentaskan dalam perayaan khusus seperti khitanan,
perkawinan, perayaan karawitan, hari-hari besar, dan penyambutan
tamu-tamu Negara.
Cara Membuat
Bahan
1. Kayu
Jenis
kayu lame dan albasia adalah yang terbaik karena jenis ini ringan, mudah
dibentuk atau dipahat serta tahan lama terhadap pengaruh cuaca.
2. Pewarna
Pewarna yang digunakan adalah cat kayu yang berwarna cerah dan mudah kering.
Bahan
pewarna yang kini banyak digunakan adalah cat duko (cat untuk mobil).
Cat duko lebih menguntungkan dari segi penampilan golek sebab warna
golek menjadi lebih cerah. Selain itu, cat duko lebih mudah kering
dibandingkan cat kayu.
3. Tuding
Tuding
digunakan sebagai pegangan dalang pada saat memainkan golek, yaitu alat
untuk menggerakkan bagian tangan golek dan untuk menancapkan golek di
atas alas gebok/dudukan golek. Tuding biasanya terbuat dari bambu.
5. Bahan untuk hiasan kepala dan pakaian
Biasanya terbuat dari bahan kain.
Proses Pembuatan
Wayang
golek dibentuk dengan cara diraut dan diukir. Setelah itu didempul.
Sebelum diwarnai, diberi arsiran dulu untuk menentukan bagian mana akan
diberi warna apa. Sementara pada bagian hiasannya, dibuat dengan cara
dipulas.
Cara Memainkan
Pementasan
wayang pada mulanya hanya dilakukan malam hari. Hal ini berkaitan
dengan sifat pementasan wayang yang menitikberatkan tampilan bayangan
pada kelir. Baru pada abad ke-16, pertunjukan diadakan pula pada siang
hari. Wayang yang dipertontonkan memiliki bentuk trimatra, berupa boneka
kayu, yang disebut golek.
Pertunjukan
wayang golek biasanya di tempat terbuka dengan memakai panggung yang
ditinggikan (balandongan) sehingga penonton dapat melihat satu arah dan
berkonsentrasi pada pertunjukannya.
Pada
abad ke-19 pementasan wayang golek mulai menggunakan bahasa Sunda.
Lakon-lakon wayang golek memiliki lakon galur dan carangan yang semuanya
bersumber dari cerita Ramayana dan Mahabharata. Pembawa cerita yaitu
dalang, berperan sekaligus sebagai pemimpin pertunjukan sekaligus
menyuarakan antawacana, mengatur gamelan, lagu, dan lain-lain.
Khas Wayang Golek
Daya
tarik wayang golek adalah bentuknya yang tidak monoton, baik bagi
konsumen (pembeli) maupun bagi pembuatnya. Wayang golek dirancang
sedemikian rupa untuk menarik konsumen dan bagus ketika dipajang di
galeri. Sementara pembuat wayang golek termotivasi untuk berkreasi
misalnya mereka bebas memberi warna pada berbagai karakter wayang golek
yang mereka buat, tentunya dengan persetujuan pemilik pabrik wayang
golek di mana mereka bekerja. Ini membuat pengrajin wayang golek bisa
memnciptakan aneka tampilan wayang golek, sehingga wayang golek ada yang
terlihat antik, natural, maupun yang berwarna emas.
Cerita
Mahabharata
Secara
singkat, Mahabharata menceritakan kisah konflik antara dua kubu, yaitu
para Pandawa dengan sepupu mereka, Kurawa, mengenai sengketa hak
pemerintahan tanah Negara Astina. Puncaknya adalah Perang Bharatayuddha
di medan Kurusetra dan berlangsung selama delapan belas hari.
Pandawa
Kubu Pandawa terdiri dari lima tokoh, karena itulah sering disebut Pandawa lima. Para Pandawa itu adalah :
1. Yudistira
Atau
Puntadewa adalah raja negara Amarta atau Indrapasta. Setelah perang
Baratayuda, menjadi raja Astina yang bergelar Prabu Kalimataya.
Sifatnya: jujur, sabar, hatinya suci, berbudi luhur, suka menolong
sesama, mencintai orang tua serta melindungi saudara-saudaranya.
2. Bima
Bima
juga dikenal dengan nama Bratasena. Ia juga disebud Bayu Suta karena
dianggap sebagai putra dari Dewa Angin. Arti nama Bima adalah setia pada
satu sikap, tak pernah mendua dan tak suka berbasa-basi.
3. Arjuna
Arjuna adalah ksatria yang sakti mandraguna, kekasih para Dewa. Ia adalah titisan Dewa Wisnu.
Ia
dijuluki lelananging jagad, parasnya sangat tampan dan tidak ada
tandingannya. Sifatnya: Suka menolong sesama, gemar bertapa, cerdik dan
pandai, ahli dibidang kebudayaan dan kesenian dan berjiwa ksatria.
Tetapi ada kelemahan yang tidak boleh diteladani dan diterapkan pada
jaman sekarang yaitu beristri banyak.
4. Nakula
Adalah saudara kembar Sadewa. Nakula seorang ahli dalam bidang Pertanian.
5. Sadewa
Ia
dilahirkan kembar dengan Nakula. Setelah perang Baratayuda, Sadewa
menjadi raja dengan Nakula di Mandraka. Sadewa adalah ahli dalam bidang
peternakan.
Kurawa
Kurawa
merupakan kelompok antagonis dalam cerita Mahabharata. Jumlah mereka ada
seratus, tetapi dua karakter utamanya adalah Duryodana dan Dursasana.
1. Duryodana
Ia
merupakan putra tertua di kelompok Kurawa. Duryodana digambarkan sangat
licik dan kejam. Meski berwatak jujur, ia mudah terpengaruh hasutan
karena kedunguannya serta terbiasa dimanja oleh orangtuanya.
2. Dursasana
Ia
adalah salah seorang Kurawa yang cukup terkenal. Badannya gagah,
mulutnya lebar dan mempunyai sifat sombong, suka bertindak
sewenang-wenang, menggoda wanita dan senang menghina orang lain.
Ramayana
Cerita
Ramayana adalah sebuah cerita kepahlawanan. Tokoh utamanya, Rama,
seorang pewaris tahta Kerajaan Kosala. Tetapi, ia lebih memilih untuk
hidup di hutan bersama istrinya, Sita dan adiknya, Laksamana. Ketika
tinggal di hutan, Rama harus menghadapi raksasa bernama Rahwana yang
menculik istrinya.
Galeri Gambar
1. Buta
Brajamusti:
Braja Musti ialah adik Braja Denta. Ia anak kelima dari Arimbaka, raja
raksasa negeri Pringgandani. Sifatnya mudah marah, bengis, dan ingin
menang sendiri. Sama seperti kakaknya, Braja Denta, Braja Musti berusaha
merebut kekuasaan dari tangan Gatotkaca yang menjadi raja Pringgandani.
Akhir hidupnya pun tidak berbeda dengan Braja Denta. Ia tewas dalam
pertempuran melawan Gatotkaca.
Cakil:
Cakil berwujud raksasa dengan gigi tonggos. Tokoh Cakil hanya dikenal
dalam cerita pedalangan Jawa. Cakil selalu ada dan hidup di setiap
negara raksasa. Ia merupakan raksasa hutan dengan tugas merampok para
satria atau mengganggu ketentraman para brahmana di pertapaan.
Kumbakarna:
Kumbakarna adalah seorang raksasa yang amat mengerikan namun memiliki
sifat perwira. Ia merupakan saudara kandung Rahwana. Sifat Kumbakarna
adalah tidur panjang agar ia tidak menyakiti makhluk di dunia.
Kumbakarna hanya bangun satu hari dalam waktu enam bulan.
Kumbakarna
seringkali memberi nasehat kepada Rahwana bahwa tindakannya keliru.
Ketika Rahwana kewalahan menghadapi Rama, ia menyuruh Kumbakarna
menghadapinya. Meski tahu bahwa kakaknya yang bersalah, tetapi demi
membela tanah tumpah darahnya, Kumbakarna maju melawan serbuan Rama.
Namun akhirnya Kumbakarna dibunuh oleh Laksmana, adik Rama.
Arimbi:
Dewi Arimbi berasal dari golongan Buta dan berwujud raksasa. Tetapi ia
mempunyai kesaktian bisa beralih rupa dari wujudnya raksasa menjadi
putri yang cantik jelita. Dewi Arimbi menikah dengan salah saeorang
Pandawa, yaitu Bima. Arimbi memiliki anak dari Bima dan diberi nama
Gatotkaca. Watak Arimbi adalah jujur, setia, berbakti dan sangat sayang
kepada putranya. Arimbi gugur di medan Perang Bharatyudha karena membela
putranya, Gatotkaca, yang gugur akibat panah milik Adipati Karna, raja
Awangga.
Rahwana:
Rahwana binasa oleh Batara Rama, dikarenakan menculik Dewi Sinta (istri
Batara Rama). Ia dijepit oleh dua gunung kembar yang mana merupakan
perwujudan dari dua orang kembar anaknya, yakni Sonara dan Sonari.
Kemudian sukmanya ditunggui oleh Anoman, monyet putih.
Arimbaka:
Arimbaka merupakan raja raksasa Negara Pringgandani. Bersama istrinya,
Dewi Hadimba, ia memiliki delapan anak yaitu Arimba, Probokesa, Braja
Denta, Braja Musti, Braja Lamatan, Braja Wikalpa dan Kalabendana.
Arimba:
Arimba putra pertama dari Arimbaka raja raksasa dari Negara
Pringgandani. Arimba-lah yang menggantikan ayahnya menjadi raja
Pringgandani. Namun kemudian ia terbunuh dalam pertempuran melawan Bima,
suami Arimbi, adik kandungnya.
Braja
Denta: Braja Denta salah satu anak dari Arimbaka, raja raksasa Negara
Pringgandani. Ia sangat sakti dan berwatak berani, ingin menang sendiri
dan selalu mengikuti kata hatinya. Oleh kakaknya, Arimbi, Braja Denta
ditunjuk sebagai wakil raja memegang tampuk pemerintahan di negaranya
selama Arimbi ikut bersama suaminya, Bima. Ketika Gatotkaca, putra
Arimbi, diangkat menjadi raja Pringgandani, Braja Denta melakukan
beberapa kali pemberontakan. Namun usahanya itu berhasil diatasi oleh
Gatotkaca. Ia pun tewas dalam peperangan melawan Gatotkaca.
Braja
Lamatan: Braja Lamatan merupakan putra keenam Arimbaka, raja raksasa
negara Pringgandani. Sifatnya tidak jauh berbeda dari kedua kakaknya,
Braja Denta dan Braja Musti, beringasan, mudah marah, pemberani dan amat
sakti. Bersama kedua kakaknya itu, Braja Lamatan tewas dalam
pertarungan melawan Gatotkaca.
Pancat
Nyana: Pancat Nyana ialah patih Negara Surateleng pada masa pemerintahan
raja Narakasura. Narakasura tewas dalam perang melawan Bambang Sitija,
anak Kresna, raja Dwarawati. Lalu Bambang Sitija pun menjadi raja
Surateleng dan Pancat Nyana tetap menjadi patih di sana. Pancat Nyana
dikisahkan tewas dalam peperangan melawan Gatotkaca, raja Pringgandani,
dalam peristiwa persengketaan hutan Tunggarana.
Betara
Kala: Betara Kala merupakan anak dari Betara Guru dan Dewi Uma. Bisa
dikatakan bahwa kehadiran Betara Kala tidak diharapkan. Kisah
kelahirannya berawal dari ketika Betara Guru dan Dewi Uma terbang
menjelajahi dunia dengan kendaraan suci Lembu Andini. Karena terlena,
Betara Guru bersenggama dengan istrinya di atas kendaraan itu. Akibatnya
Dewi Uma hamil. Ketika pulang dan tiba di kahyangan, Betara Guru marah
pada dirinya sendiri dan juga Dewi Uma. Betara Guru pun
menyumpah-nyumpah bahwa perbuatannya seperti perbuatan ‘buta’ atau
raksasa. Seketika itu pula Dewi Uma yang sedang hami berubah jadi
raksasa. Betara Guru lalu mengusir Dewi Uma. Dewi Uma melahirkan anak laki-lakinya yang juga berwujud raksasa. Anaknya diberi nama Kala.
Karena
di duna raksasa tidak mengenal norma perkawaninan, maka dalam
perkembangan selanjutnya, Betara Kala justru menjadi suami Dewi Uma.
Mereka berdua selalu berbuat onar karena ingin balas dendam pada para
dewa pimpinan Betara Guru.
2. Panakawan
Cepot:
Cepot merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Semar
Badranaya dan Sutiragen. Cepot selalu menemani para Satria terutama
Arjuna. Dalang biasanya menggunakan tokoh Cepot untuk menyampaikan
pesan-pesan kepada penonton baik itu nasehat, kritik, petuah ataupun
sindiran. Tentu saja semua pesan dari Cepot tersebut dikemas dalam
bentuk guyon. Cepot juga dikenal dengan nama Sastrajingga. Sastra
berarti tulisan, sedangkan Jingga adalah merah. Cepot merupakan gambaran
tokoh wayang yang mempunyai kelakuan buruk. Ia diumpamakan seorang
siswa yang memiliki nilai merah di rapot.
Dawala /
Petruk : Dawala nama lainnya ialah Petruk. Suatu hari ia berkelahi
dengan Gareng. Karena sama-sama congkak dan sama-sama mempertahankan
pendirian masing-masing, terjadilah peperangan antara Dawala dan Gareng.
Keduanya memiliki kesaktian yang seimbang sehingga tidak ada yang kalah
dan tidak ada yang menang. Baik Dawala maupun Gareng tidak ada yang mau
berhenti berkelahi meski tubuh mereka sudah sama-sama menjadi cacat tak
karuan.
Durna:
Semar, Cepot, Dawala dan Gareng merupakan empat tokoh panakawan dari
kubu Pandawa. Sementara Durna adalah panakawan dari kubu Kurawa. Ia
bersifat sombong, congkak, bengis, serta banyak bicara. Tetapi
kecakapan, kecerdikan, kepandaian dan kesaktiannya luar biasa. Durna
juga sangat mahir dalam siasat perang. Karena kesaktian dan kemahirannya
dalam olah keprajuritan, Durna dipercaya menjadi guru anak-anak Pandawa
dan Kurawa.
Gareng:
Gareng lazim disebut sebagai anak Semar dan masuk golongan panakawan.
Usia Gereng sangat panjang. Ia hidup sampai jaman Madya.
Semar:
Semar Badranaya adalah penjelmaan dewa Ismaya. Bersama istrinya,
Sutiragen, ia memiliki tiga anak yaitu Cepot, Dawala, dan Gareng. Semar
ialah tokoh yang bijaksana, rendah hati, dan selalu membela kebenaran.
Selain itu, Semar juga tokoh wayang yang paling sakti dari semua tokoh
wayang.
3. Ponggawa
Antareja
: Antareja adalah putra Bima dari istri keduanya, Dewi Nagagini. Ia
memiliki dua saudara tiri yaitu Gatotkaca (anak Bima dengan Arimbi) dan
Raden Jakatawang atau Antasena (anak Bima dengan Dewi Badawangwati).
Lidahnya sangat sakti. Makhluk apapun yang telapak kakinya dijilat oleh
lidah Antareja, akan menemui kematian. Kulit Antareja juga kebal
terhadap senjata.
Bima:
Raden Arya Bima atau Bratasena adalah Pandawa kedua. Perawakan Bima
tinggi besar dan seringkali membuat orang takut terhadap dirinya. Meski
perangai dan bicaranya kasar, Bima bersikap ksatria dan tidak
tanggung-tanggung dalam membela kebenaran. Karena itulah sejak kecil,
Bima merupakan Pandawa yang paling diincar oleh para Kurawa sebab ia
dianggap Pandawa yang terkuat.
Duryudana:
Duryudana adalah Kurawa yang pertama. Konon Kurawa awalnya dilahirkan
dalam bentuk seonggok daging besar. Berkat keajaiban para dewata, maka
daging tersebut pecah ke dalam seratus potongan dan potongan terbesar
membentuk Duryudana. Duryudana konon sewaktu kecil dimandikan dengan air
sakti sehingga tidak dapat luka bila terkena pukulan sekeras apapun.
Akan tetapi, siraman air sakti tersebut tidak sempurna karena paha
kirinya tertutup daun jati, sehingga menjadi titik lemahnya.
Gatotkaca:
Gatotkaca adalah putra dari Arya Bima dan Arimbisuta. Ayahnya memberi
ia nama Jabang Tutuka. Gatotkaca juga memiliki banyak nama pemberian
dewa. Namun nama yang dipakainya adalah Gatotkaca, pemberian dari Batara
Guru saat di Sawarga Maniloka. Gatotkaca sakti mandraguna dengan segala
ilmu dan aji-aji pamungkasnya seperti Ajian Braja Musti, Braja Wesesa,
Braja Lambatan, Braja Denta, Bajing Akeri, dan Sapta Pangrungu.
Jakatawang:
Antasena atau Jakatawang merupakan putra Bima dari istrinya yang
bernama Dewi Urang Ayu. Di antara ketiga putra Bima, Antasena-lah yang
paling sakti. Antasena mampu terbang di udara, hidup di bawah tanah dan
juga menyelam. Ia memiliki tubuh bersisik seperti udang dan tidak mempan
ditusuk senjata.
Karna:
Karna atau Adipati Karna ialah salah satu tokoh cerita Mahabharata yang
sangat menarik. Ia sebenarnya masih saudara satu ibu dengan tiga Pandawa
yaitu Yudistira, Bima dan Arjuna. Para Pandawa tidak tahu kalau Karna
masih saudara seibu dengan mereka sehingga mereka suka menghinanya. Para
Pandawa baru tahu kalau Karna adalah saudara seibu dengan mereka pada
saat Karna gugur di perang Bharatayuddha.
Seta:
Seta ialah kakak ipar Abimanyu, putra Arjuna. Adiknya, Dewi Utari,
menikah dengan Abimanyu. Seta bersifat berani, tenang dan sabar. Ia juga
hidup sebagai ksatria yang tidak bersentuhan dengan lawan jenis. Dalam
perang Bharatayuddha, Seta berada di pihak Pandawa. Ia adalah senapati
perang Pandawa yang pertama. Seta tewas oleh Bisma, senapati perang
pihak Kurawa.
Setyaki:
Setyaki ialah anak dari hasil pernikahan antara Ugrasena dengan Dewi
Wersini. Dalam perang Bharatayuddha, Setyaki berada di pihak Pandawa.
Tirtanata:
Tirtanata ialah nama lain dari Jayadrata. Selain itu, ia juga memiliki
nama lain yaitu Bambang Sagara. Untuk memperdalam ilmu dalam bidang tata
pemerintahan dan tata kenegaraan, Tirtanata pergi ke negara Astina
untuk berguru pada Pandu Dewanata. Di Astina pula Tirtanata menikah
dengan Dursilawati, satu-satunya Kurawa yang berjenis kelamin perempuan.
Hal ini membuatnya terikat dengan kubu Kurawa sehingga ketika perang
Bharatayuddha pecah, Tirtanata berada di pihak Kurawa. Dalam perang
tersebut, Tirtanata membunuh Abimanyu, putra Arjuna. Kemudian ia sendiri
dibunuh oleh Arjuna.
Ugrasena:
Ugrasena salah seorang ipar Pandu Dewanata, raja Astinapura. Ia adalah
saudara kandung dari istri Pandu Dewanata, Dewi Kunti. Berkat bantuan
Pandu Dewanata, Ugrasena berhasil menikahi Dewi Wersini, seorang
bidadari. Wataknya berani, cerdas dan tangkas.
4. Satria
Arjuna: Arjuna adalah Panengah Pandawa, putra kandung dari pasangan Dewi Kunti dan Prabu Pandu Dewanata, Raja Hastinapura.
Sejak
remaja, Arjuna merupakan murid yang paling menonjol dalam kecerdasan dan
keterampilannya bermain panah di antara Yudistira, Bima, dan para
Kurawa.
Bambang
Sumantri : Sumantri atau Bambang Sumantri adalah salah satu tokoh cerita
Ramayana. Ia memiliki adik yang buruk rupa bernama Sokrasana. Karena
malu memiliki adik yang buruk rupa, secara tak sengaja ia membunuh
adiknya tersebut. Tetapi Sokrasana menjelma menjadi buaya. Ia pun
membunuh Sumantri ketika Sumantri sedang berkelahi dengan Rahwana.
Destarata:
Destarata adalah kakak dari Pandu Dewanata. Sejak lahir, Destarata
sudah buta. Ia menikah dengan Gendari dan memiliki seratus anak yang
terkenal dengan sebutan Kurawa. Setelah Pandu Dewanata wafat, Destarata
diangkat manjadi raja. Destarata tidak memiliki ambisi pribadi dan
mendedikasikan hidupnya untuk Negeri Astinapura.
Lesmana:
Lesmana atau yang biasa dikenal dengan nama Laksmana merupakan salah
satu tokoh protagonis dalam cerita Ramayana. Ia adalah adik tiri Rama.
Ia memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Rama. Mereka bagaikan duet
tak terpisahkan.
Dalam
pertempuran melawan Rahwana, kekuatan Laksmana sangat membantu
perjuangan Rama membebaskan istrinya, Dewi Shinta. Laksmana berhasil
membunuh Kumbakarna, adik Rahwana.
Nakula:
Adalah Pandawa ke empat. Ia terlahir kembar dengan Sadewa. Ayah dan
ibunya meninggal pada Nakula dan Sadewa masih kecil. Karena itu sejak
kecil mereka diasuh oleh ibu Kunti dengan tidak membedakan antara satu
dengan lainnya. Pada waktu perang Baratayuda, Nakula dan kembarannya,
Sadewa, bisa meluluhkan hati Prabu Salya (dari pihak Kurawa).
Pandu
Dewanata: Pandu Dewanata merupakan raja Astinapura dan ayah dari para
Pandawa. Semestinya pewaris tahta kerajaan Astinapura adalah kakak Pandu
Dewanata yaitu Destarata. Namun karena Destarata terlahir buta, maka
Pandu Dewanata-lah yang diangkat menjadi raja. Selain Destarata, Pandu
Dewanata juga memiliki seorang saudara kandung lagi yaitu adiknya yang
bernama Widura. Pandu Dewanata menikah dengan Dewi Kunti dan memperoleh
tiga putra : Yudistira, Bima, Arjuna. Kemudian ia menikah lagi dengan
Dewi Madrim dan mendapatkan putra kembar : Nakula dan Sadewa.
Rama: Rama beristerikan Dewi Shinta, dan memiliki anak yaitu Kusiya, dan Rama Batlawa.
Karena
kepandaian, kesaktian dan kehalusan budinya, Sri Rama mendapat anugrah
sebagai titisan Sang Hyang Wisnu yang bertugas memusnahkan angkara murka
di muka bumi.
Sadewa:
Bersama kembarannya, Nakula, Sadewa adalah tokoh yang mencerminkan
tingkah laku untuk mencapai kesejahteraan/kemakmuran hidup. Sadewa ahli
dan tekun dalam bidang peternakan, sedangkan Nakula adalah ahli dan
tekun dalam bidang pertanian.
Sinta:
Dewi Shinta adalah istri dari Batara Rama. Ia diculik oleh raksasa
Rahwana. Dalam cerita epik Ramayana, Shinta merupakan symbol kesetiaan
dan kesucian.
Yudistira:
Nama lain dari Yudistira adalah Samiaji dan Puntadewa. Samiaji
merupakan panggilan dari Prabu Kresna. Sifatnya jujur, sabar, suka
menolong sesama, mencintai orangtua serta melindungi saudara-saudaranya.
Ia memiliki dua istri yaitu Dewi Drupadi dan Dewi Kuntulwilaten.
Bambang
Irawan: Bambang Irawan merupakan salah satu putra Arjuna. Ibunya ialah
Dewi Ulupi. Bambang Irawan amat disayang oleh ibunya. Mereka tak pernah
berpisah. Bambang Irawan ikut bergabung dengan Pandawa lainnya untuk
melawan keluarga Kurawa saat perang Bharatayuddha pecah. Ketika itulah
untuk pertama kalinya ia berpisah dengan ibunya. Perpisahan itu juga
menjadi perpisahan terakhir antara Bambang Irawan dengan ibunya sebab
Bambang Irawan tewas pada awal pecahnya perang Bharatayuddha.
Dewi
Subadra: Dewi Subadra adalah salah satu istri dari Arjuna, Pandawa yang
ketiga. Bersama Arjuna, Dewi Subadra memiliki seorang putra yang diberi
nama Abimanyu. Wataknya setia, murah hati, baik budi, sopan, menarik
hati, tetapi ia mudah tersinggung.
Abimanyu:
Abimanyu putra dari Arjuna, salah satu dari lima Pandawa. Sifatnya
halus, baik tingkah lakunya, terang ucapannya, berhati keras,
bertanggujawab, dan pemberani. Abimanyu beristri dua, yaitu Dewi Siti
Sundari dan Dewi Utari.
Parikesit
: Parikesit merupakan cucu Arjuna. Ayahnya ialah Abimanyu. Sejak lahir
Parikesit sudah menjadi anak yatim sebab ayahnya, Abimanyu, gugur di
medan Perang Bharatyuddha ketika ia masih dalam kandungan ibunya, Dewi
Utari. Parikesit naik tahta menjadi raja Astina menggantikan Yudistira.
Parikesit berwatak bijaksana, jujur dan adil. Kesamaan Parikesit dengan
kakeknya, Arjuna, adalah sama-sama beristri banyak. Parikesit memiliki
lima orang istri. Dari pernikahannya tersebut, Parikesit memperoleh
delapan orang anak.
Wisanggeni:
Wisanggeni putra dari Arjuna dan salah satu istrinya, Dewi Dresanala.
Wajahnya tampan sementara wataknya bersahaja. Wisanggeni tumbuh menjadi
lelaki yang memiliki kecerdikan, kepandaian dan kesaktian luar biasa. Ia
bisa terbang di udara seperti Gatotkaca,dapat masuk ke dalam perut bumi
seperti Antareja dan mampu menyelam seperti Antasena.
Drupadi:
Ada dua versi cerita mengenai Drupadi. Dalam cerita Mahabharata,
Drupadi dikisahkan menjadi istri dari kelima Pandawa setelah kubu
PAndawa memenangkan sayembara memanah di Bharatawarsha. Sementara dalam
versi pedalangan Jawa, Drupadi hanya menikah dengan Yudistira. Hal ini
merupakan penyesuaian cerita wayang dengan budaya Jawa yang sudah
dipengaruhi oleh Islam. Sebab dalam Islam, seorang wanita tidak boleh
memiliki suami lebih dari satu orang.
Kunti
Talibroto: Kunti ialah istri pertama Pandu Dewanata. Dari pernikahannya
itu ia melahirkan tiga putra yaitu Yudistira, Bima, dan Arjuna. Kunti
juga memiliki anak tiri dari istri kedua suaminya yaitu si kembar Nakula
dan Sadewa. Nakula dan Sadewa diasuh oleh Kunti setelah ibu mereka,
Madrim, meninggal ketika mereka masih kecil.
Bagi anda yang ingin mempunyai wayang golek dengan kwalitas terbaik hasil olahan tangan terampil dan berpengalaman, kami menyediakan dengan berbagai ukuran,
Daftar Harga Wayang Golek
1. Tinggi 12 cm, harga Rp 15.000.
2. Tinggi 45 cm, harga Rp 155.000.
3. Tinggi 60 cm, Harga 250.000
atau sesuai keinginan anda. harga bervariasi
Info hubungi: Theo di 085283737312